Senin, 08 Mei 2017

Penyelesaian Sengketa Ekonomi










BAB I
PENDAHULUAN



1.1     Latar Belakang 

     Sengketa ekonomi biasanya ditafsirkan sebagai sebuah problem yang terjadi dalam ranah perekonomian sebuah negara, secara khusus sengketa ekonomi diartikan sebagai sebuah konflik atau pertentangan yang terjadi berkaitan masalah-masalah ekonomi.
Sebagaimana realita yang terjadi bahwa saat ini didalam dunia bisnis terjadi begitu banyak transaksi setiap harinya, hal itu tidak menutup terjadinya sengketa diantara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Setiap jenis sengketa yang terjadi menuntut akan adanya pemecahan dan penyelesaian yang cepat dan tepat. Karena perlu diketahui bahwa semakin banyak dan luasnya aktivitas perdagangan maka frekuensi terjadinya sengketa dimungkinkan juga akan tinggi, selain itu membiarkan sengketa tersebut tanpa adanya penyelesaian yang cepat maka akan menimbulkan pembangunan yang tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis akan mengalami kemunduran serta beragam kerugian-kerugian lainnya yang akan menimpa jika suatu sengketa terlambat diselesaikan. Oleh karena itu, perlu cara-cara khusus yang diterapkan agar penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cepat, efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina & diwujudkan suatu sistem penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju perkembangan perekonomian dan perdagangan di masa datang.


1.2     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalahnya, antara lain :
  1. Apa yang dimaksud dengan Sengketa ?
  2. Bagaimanakah Cara - cara dalam penyelesaian Sengketa ?
  3. Apa yang dimaksud dengan Negosiasi ?
  4. Apa yang dimaksud dengan Mediasi ?
  5. Apa yang dimaksud dengan Arbitrase ?
  6. Bagaimanakah gambaran Perbandingan antara Perundingan , Arbitrase , dan Ligitasi ?

1.3     Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan dari penulisan dan penyusunan makalah ini, antara lain :
  1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi.
  2. Untuk menambah pengetahuan tentang Sengketa Ekonomi dan mengetahui bagaimana cara penyelesaian Sengketa Ekonomi.






BAB II
PEMBAHASAN



2.1     Pengertian Sengketa

     Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.

Senada dengan itu Winardi mengemukakan :

  • Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. (2007: 1)

Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
  • Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. (2003: 14)

Senada dengan hal tersebut diatas Edi Prajoto mengatakan Bahwa :
  • Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai kepentingan atas status hak objek tanah antara satu atau beberapa objek tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak. (2006:21)

     Dari devenisi diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa tanah adalah merupakan konflik antara beberapa pihak yang mempunyai kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang oleh karena kepentingan tersebut maka dapat menimbulkan akibat hukum.
Dalam bidang pertanahan ada dikenal sengketa sertifikat ganda dimana pada satu objek tanah diterbitkan dua sertifikat, dimana hal ini dapat mengakibatkan akibat hukum.

     Sengketa sertifikat ganda adalah bentuk kesalahan administratif oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) dalam hal melakukan pendataan/pendaftaran tanah pada satu objek tanah yang mengakibatkan terjadinya penerbitan sertifikat tanah yang bertindih sebagian atau keseluruhan tanah milik orang lain.



2.2     Cara-cara Penyelesaian

  • NEGOSIASI dan ADR

     Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.

  • ARBITRASE

     Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
  • PENGADILAN

     Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan.4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.



2.3     Pengertian Negosiasi

     Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak – pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu



2.4     Pengertian Mediasi

     Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.



2.5     Pengertian Arbitrase

     Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan putusan.



2.6     Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

Proses
Perundingan
Arbitrase
Litigasi
Yang mengatur
Para pihak
Arbiter
Hakim
Prosedur
Informal
Agak formal sesuai dengan rule
Sangat formal dan teknis
Jangka waktu
Segera ( 3-6 minggu )
Agak cepat ( 3-6 bulan )
Lama ( > 2 tahun )
Biaya
Murah ( low cost )
Terkadang sangat mahal
Sangat mahal
Aturan pembuktian
Tidak perlu
Agak informal
Sangat formal dan teknis
Publikasi
Konfidensial
Konfidensial
Terbuka untuk umum
Hubungan para pihak
Kooperatif
Antagonistis
Antagonistis
Fokus penyelesaian
For the future
Masa lalu
Masa lalu
Metode negosiasi
Kompromis
Sama keras pada prinsip hukum
Sama keras pada prinsip hukum
Komunikasi
Memperbaiki yang sudah lalu
Jalan buntu
Jalan buntu
Result
win-win
Win-lose
Win-lose
Pemenuhan
Sukarela
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
Ditolak dan mencari dalih
Suasana emosinal
Bebas emosi
Emosional
Emosi bergejolak

Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi
  • Negosiasi atau perundingan

     Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.

  • Litigasi 

     Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.

Kebaikan dari sistem ini adalah:
  1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas
  2. Biaya yang relatif lebih murah

Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
  1. Kurangnya kepastian hukum
  2. Hakim yang “awam”


  • Arbitrase

     Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai “litigasi swasta” Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah “klausula arbitrase” di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau “Perjanjian Arbitrase” dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase.

Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
  1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa.
  2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat.
  3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.

Sedangkan kelemahannya antara lain:
  1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
  2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
  3. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya).






BAB III
PENUTUP



3.1     Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka, dapat disimpulkan bahwa:
  1. Sengketa dapat diartikan sebagai sebuah konflik atau pertentangan, jadi secara umum sengketa ekonomi adalah sebuah pertentangan antara satu pihak dengan pihak lain yang saling berinteraksi serta saling berhungan satu sama lain.
  2. Mekanisme atau cara penyelesaian sengketa khususnya mengenai ekonomi dapat dilakukan dengan cara legitasi yaitu bisa dengan melalui ( pengadilan umum dan pengadilan niaga), serta cara lain yang bisa ditempuh dalam melakukan penyelesaian sengketa adalah dengan non-legitasi yang biasanya berupa tindakan-tindakan arbitrase, mediasi, konsolidasi, negosiasi, dll.


3.2     Saran

     Adapun saran yang kami berikan kepada pembaca adalah bahwa didalam mempelajari mengenai penyelesaian sebuah sengketa khususnya dibidang ekonomi, maka di butuhkan pemahaman secera mendalam tentang aturan-aturan atau hukum yang mengatur tentang persengketaan.
Kemudian lebih dari pada itu bahwa setiap dari kita di tuntut menjadi seseorang yang kritis akan sebuah ilmu, oleh kami selaku penulis, berharap ada kritik dan saran yang membangun yang dapat diberikan,demi perbaikan pembuatan karya ilmiah kami selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA

  1. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar,Jakarta: PT.Fikahati Aneska Dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia, 2002.
  2. Silondae, Arus Akbar, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Dan Bisnis, (Cet.2; Jakarta: Mitra Wacana Media. 2010, Hal. 45.
  3. Siburian, Paustinus, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara Elektronik), Jakarta: Djambatan, 2004.
  4. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/penyelesaian-sengketa-ekonomi-makalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi/
  5. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/penyelesaian-sengketa-ekonomi/
  6. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/pengertian-sengketa/



Minggu, 07 Mei 2017

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat








BAB I
PENDAHULUAN



1.1     Latar Belakang

     Persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia usaha.Dengan persaingan, para pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.
Seiring dengan berjalannya usaha para pelaku usaha mungkin lupa bagaimana bersaing dengan sehat sehingga muncullah persaingan-persaingan yang tidak sehat dan pada akhirnya timbul praktek monopoli.
Dengan adanya pratek monopoli pada suatu bidang tertentu, berarti terbuka kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong sendiri. Disini monopoli diartikan sebagai kekuasaan menentukan harga, kualitas dan kuantitas produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, baik mengenai harga, mutu maupun jumlah. Kalau mau silakan dan kalau tidak mau tidak ada pilihan lain. Itulah citra kurang baik yang ditimbulkan oleh keserakahan pihak tertentu yang memonopoli suatu bidang.


1.2     Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan Praktek Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat ?
  2. Apa Sajakah Azas dan Tujuan dalam Monopoli ?
  3. Apa Sajakah kegiatan yang dilarang dalam Monopoli?
  4. Apa Sajakah Perjanjian yang dilarang dalam Monopoli ?
  5. Apa Sajakah Hal - hal yang dikecualikan  dalam UU Anti Monopoli ?
  6. Apa yang dimaksud dengan KPPU ?
  7. Apa Sajakah Sanksi yang diberikan dalam Monopoli ?


1.3     Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui pengertian praktek monopoli dan persaingan tidak sehat , Azas dan Tujuannya , Kegiatan dan Perjanjian yang dilarang , UU anti Monopoli , KPPU , dan Sanksi - sanksi nya .






BAB II 
PEMBAHASAN



2.1     Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

     Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan  usaha dalam bidang ekonomi.
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 persaingan tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.




2.2     Asas dan Tujuan

     Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan UU No. 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
  • Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya  meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  • Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil.
  • Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
  • Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.




2.3     Kegiatan yang Dilarang

  • Monopoli

Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
  • Monopsoni

Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
  • Penguasaan Pasar

Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
  • Persengkongkolan

Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).
  • Posisi Dominan

Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam pasar 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar  bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
  • Jabatan  Rangkap

Mengenai jabatan rangkap, dalam pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan  pada waktu yang bersamaan dilarang meragkap sebagai direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan itu :
  1. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama;
  2. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha;
  3. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

  • Pemilikan Saham

Mengenai pemilikan saham, berdasarkan pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama atau mendirikan perusahaan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan, antara lain :
  1. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % pangsa satu jenis barang dan atau jasa tertentu.
  2. Dua atau tiga pelaku usaha, kelompok usaha dan pelaku kelompok usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  • Penggabungan, Peleburan dan pengambilalihan

Sementara itu, pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan yang bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam menjalankan perusahaan tindakan penggabungan, peleburan, pengambilalihan yang akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat yang secara tegas dilarang. 



2.4     Perjanjian yang Dilarang

Oligopoli

     Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. Dengan demikian, keadaan pasar yang tidak seimbang karena dipengaruhi oleh sejumlah pembeli, dengan demikian, maka :
  • Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha yang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
  • Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama dan atau melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa, apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Penetapan Harga

Dalam rangka penetralisir pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
  • Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.
  • Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
  • Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
  • Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan.

Pembagian Wilayah

     Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

Pemboikotan

     Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat :
merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain;
membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

Kartel

     Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

Oligopsoni

     Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Integrasi Vertikal

     Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

Perjanjian Tertutup

     Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.

     Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain :
  • Harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok;
  • Tidak  akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

     Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 



2.5     Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli

Perjanjian yang dikecualikan

  • Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cifta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia dagang.
  • Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
  • Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
  • Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan;
  • Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatkan atau perbaikan standar kehidupan masyarakat luas;
  • Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah.


Perbuatan yang dikecualikan
  • Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha;
  • Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota.

Perbuatan dan atau Perjanjian yang Diperkecualikan
  • Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk eksport dan tidak menganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri.


Misi Pengawas Persaingan Usaha

     Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Hal ini diatur berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999, dibentuklah suatu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Adapun tugas dan wewenang KPPU, antara lain :
  • Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha;
  • Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya;
  • Mengambil tindakan sesuai wewenang komisi;
  • Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
  • Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  • Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadi praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
  • Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan oleh komisi  sebagai hasil dari penelitiannya;
  • Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang;
  • Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi;
  • Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.




2.6     Sanksi

  • Sanksi Administrasi

     Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.

  • Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan

     Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :
pencabutan izin usaha
larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.






BAB III
PENUTUP



3.1     Kesimpulan

     Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.







DAFTAR PUSTAKA

  1. Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2006, hal 53
  2. Faisal Basri, Perekonomian Indonesia, Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Indonesia, Erlangga, Jakarta: 2002, hal 326
  3. Munir fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Kedua, PT Citra Aditya Bakti, Bandung: 1999, hal 146


Perlindungan Konsumen ( Consumer Protection )







BAB I
PENDAHULUAN



1.1     Latar Belakang

     Saat ini ada saja para produsen yang tidak mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumennya karena sering kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak produsen kepada pihak konsumen. Beberapa conohnya seperti, masih banyak ditemukan makanan danminuman kadaluarsa yang terdapat dalam parcel-parcel. Produk susu China yangmengandung melamin juga sempat menggemparkan masyarakat Indonesia danChina. Zat melamin memang akan meningkatkan kandungan protein jikadicampurkan dengan susu, namun hal ini tidak menguntungkan konsumen tapi malah merugikan produsen karena banyak bayi yang mengalami penyakit – penyakit sepertigagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meniggal dunia setelahmengkonsumsi susu yang mengandung zat melamin ini.
Dari kedua contoh diatas kita dapat mengetahui bahwa konsumen lah yangmenjadi pihak yang dirugikan. Hal tersebut disebabkan mingkin karena kurangnya pengawasan dari pihak pemerintah , polisi dan dinas-dinas terkait setempat. Eksistensikonsumen tidak sepenuhnya dihargai oleh pihak produsen karena tujuan utama dari produsen adalah memperoleh untung sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek  bukan jangka panjang.Oleh karena itu saya menyusun makalah ini yang berisi tentang eksistensi hukum perlindungan konsumen dalam dunia usaha.


1.2     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini , yaitu :
  1. Apa yang dimaksud dengan Konsumen ?
  2. Apa Sajakah Azas dan Tujuan dari Perlindungan Konsumen ?
  3. Apa Saja Hak dan Kewajiban Konsumen ?
  4. Apa Sajakah Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ?
  5. Apa Saja Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha ?
  6. Apa yang dimaksud dengan Klausula Baku dalam Perjanjian ?
  7. Apa Sajakah Tanggung Jawab Pelaku Usaha terhadap para Konsumennya ?
  8. Apa Saja Sanksi – Sanksi yang dapat dikenakan kepada pihak Produsen jika pihak Konsumen merasa dirugikan ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini , yaitu :
  1. Mengetahui pengertian konsumen dan perlindungan konsumen.
  2. Mengetahui karakteristik dari hokum perlindungak konsumen.
  3. Mengatahui aplikasi hukum perlindungak konsumen di dunia usaha






BAB II
PEMBAHASAN



2.1     Pengertian Konsumen

     Pengertian konsumen menurut aphilip kotler (2000) dalam bukunya principles of marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.




2.2     Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Asas-asas perlindungan konsumen

Pasal 2 UU PK :

  • Asas manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggidibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
  • Asas keadilan

Dapat dilihat di pasal 4-7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
  • Asas Keseimbangan

Diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang dilindungi.
  • Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakain, dan pemanaatan barang atau jasayang dikonsumsi atau digunakan.
  • Asas Kepastian Hukum

Baik konsumen dan pelaku usaha harus mentaati hokum dan memperoleh keadilan dalampenyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen

Pasal 3 UU PK :

  • Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  • Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya aru akses negative  pemakain barang atau jasa.
  • Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
  • Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
  • Menumbuhkan kesadaran ppelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujuur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
  • Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha prodiksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.




2.3     Hak Dan Kewajiban Konsumen

Pasal 4

Hak konsumen adalah :
  • Hak atas kenyaman, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
  • Hak untuk mamilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
  • Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jamina barang atau jasa.
  • Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan.
  • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelasain sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  • Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen.
  • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen adalah:
  • Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakain atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
  • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
  • Membayar sesuia dengan nilai tukar yang disepakati.
  • Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan konsumen.




2.4     Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6

Hak Pelaku Usaha adalah :

  • Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
  • Hak untuk mendapat perlindungan hokum dari tindakan yang beritikad tidak baik.
  • Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian hokum sengketa.
  • Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.

Pasal 7

Kewajiban Pelaku Usaha asalah :

  • Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
  • Memberikan informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
  • Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  • Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu baranga atau jasa yang berlaku.
  • Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta member jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau yang diperdagangkan.
  • Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
  • Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.




2.5     Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

Pasal 8

     Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang :
  1. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan     peraturan peruundang-undangan.
  2. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaiman yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
  3. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
  4. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan bbarang atau jasa tersebut.
  5. Tidak sesuai dengan mutu, tingkaan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang atau jasa tersebut.
  6. Tiidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang atauu jasa tersebut.
  7. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
  8. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana mestinya pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
  9. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih(netto), komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
  10. Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
  11. Pelaku usaha diilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa member informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
  12. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
  13. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Pasal 9

     Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan satu barang atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah olah :
  1. Barang tersebuut telah memenuhi dan memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
  2. Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru.
  3. Barang atau jasa tersebut telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori tertentu.
  4. Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, afiliasi.
  5. Barang atau jasa tersebut tersedia.
  6. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
  7. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
  8. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
  9. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain.
  10. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahayya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
  11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
  12. Barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.
  13. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadapa ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang atau jasa tersebut.
Pasal 10

     Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdaganngkan dilarang menawarkan, mempromoosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan menggenai :
  1. Harga atau tarif barang atau jasa.
  2. Penggunaan suatu barang atau jasa.
  3. Kondisi, tanggunagn, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa.
  4. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
  5. Bahaya penggunaan barang atau jasa.

Pasal 11

     Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui atau menyesatkan konsumen dengan :
  1. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu.
  2. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
  3. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang yang lain.
  4. Tidak menyediakan barang dengan juumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
  5. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjial jasa yang lain.
  6. Menaikan harga atau tarif  barang atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12

     Pelaku usaha dilarang menawarkan, empromosikan atau mengiklankan suatu barang atau jaa dengan harga atau tarif  khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannyasesuai dengan waktu dan jumlahh yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13

     Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain secara Cuma-Cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan sebagaimana yang dijanjikannya.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan menjanjikan pemberian hadiah berupa barang atau jasa lain.

Pasal 14

    Pelaku usah dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujuka untuk diperdagangkan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :
Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan.
Mengumumkan khasilnyya tidak melalui media massa.
Memberikan hadiah tidak sesuai yang dijanjikan.
Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Pasal 15

     Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemakdaan cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

Pasal 16

     Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :
Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang diijanjikan.
Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.

Pasal 17

     Pelaku periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
  1. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang atau jasa.
  2. Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa.
  3. Memuat informasi yang keliru, salah., atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
  4. Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang atau jasa.
  5. Mengeksploitasu kejadian atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
  6. Melanggar etika atau kettentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
  7. Pelaku usaha periklanan dilarag melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggara ketentuan pada ayat (1).




2.6     Klausula Baku Dalam Perjanjian

     Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang engikat dan wajib dipenuhi olehkonsumen. Lazimnnya klausula baku dicantumkan dalam huruf kecil pada kuitansi, faktur atau bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli.
Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita harus selalu menegoisasikan syarat dan ketentuannya. Misalnya, jika membeli tiket meninton pertunjukan, apakah wajar untuk menegoisasikan akibat hukum jika pertunjuka itu dibatalkan ? namun demikian, untuk melindungi kepentingan konsumen beberapa jenis klausula baku secara tegas diilarang dalam undang-undang perlindungan konsumen.
Klausula baku yang dilarang, ada klausula baku yang diilarang dalam UU PK artinya klausula baku selain itu sah dan mengikat secarra hukum.

Klausula baku dilarang mengandung unsur-unsur atau pertanyaan :
  • Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (atau pengusaha) kepada konsuumen.
  • Hak pengusaha untuk menolak mengembalikan barang yang dibeli konsumen.
  • Hak pegusaha untuk menyerahkan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.
  • Pemberian kuasa dari konsumen kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan sepihak berkaitan dengan barang yang dibeli secara umum.
  • Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen .
  • Hak pengusaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

     Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan yang dibuat sepihak oleh pengusaha semasa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
Pemberian kuasa kepada pengusaha untuk membebankan hak tanggungan, gadai, atau hak jaminan terhadapbarang yang dibeli oleh kosumensecara angsuran pasal 56 UU 8/99.
     Selain itu, pengusaha juga dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihatatau tidak dapat jelas dibaca, aytau yang maksuudnya sulit dimengerti.
Jika pengusaha tetap mencantumkan klausula baku yang dilarang tersebut, maka klausula itu batal demi hukum. Artinya klausula itu dianggap tidak pernah ada..




2.7     Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Pasal 19

     Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsuumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Gani rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa sejenis setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau jasa yang sejenis atau setara ini lainnya, atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pergantian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan kesalahan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. 




2.8  Sanksi-Sanksi Jika Produsen Merugikan Konsumen

     Sanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk :
  • Pengembalian uang
  • Penggantian uang
  • Perawatan kesehatan
  • Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

Sanksi administrasi ganti rugi dalam bentuk :

Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat (2) dan (3), 20,25 sanksi pidana, kurungan :
  • Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17 ayat (1) huruf a, b, c, dan edan pasal 182.
  • Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat (1),14,16,17 ayat (1) huruf d dan ketentuan piidana lain (diluar UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen)


     Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian dikenakan 11 hukuman tambahan antara lain :
  • Pengumuman keputusan hakim
  • Pencabutan izin usaha
  • Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
  • Wajib menarik dari peredaran barang atau jasa.
  • Hasil pengawasan diisebarluaskan kepada masyarakat.






BAB III
PENUTUP



3.1     Kesimpulan

     Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa hingga saatini perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumensering kali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual.Pelanggaran- pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skalakecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus segeramenangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggungkerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungankonsumen atau jaminan terhadap konsumen.


3.2     Saran

     Berdasarkan langkah yang mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah menurut pendapat kami adalah :
  • Menetapkan undang-undang yang tegas dan jelas. Pemerintah memang sudah memeiliki atau membuat beberapa undang-undang yang membahas masalah yang sama sebelumnya. Namun hingga saat ini undang-undang tersebut belum berjalan dengan efektif. Maka, sebaiknya pemerintah kembali memperbaruhi atau merevisi uundang-undag tersebut.
  • Menetapkan sanksi yang tegas atas pelanggaran terhadap UU. Selama ini pun pemerintah sudah membuat sanksi atas pelanggaran terhadap UU mengenai undang-undang terhadap perlindungan konsumen namun hingga saat ini sanksi tersebut belum diterapkan secara nyata dan tegas sehingga belum mampu menyebabkan efek jera pada setiap pelanggar UU tersebut.
  • Mengawasi secara langsung dalam proses produksi sebuah produk yang akan diproduksi dalam kemasan banyak dikonsumsi oleh masyarakat secara umum. Oleh karena ituada baiknya selain pemerintah pembuat UU,dan sanksi terhadap pelanggarnya, pemerintah pun melakukan pengawasan secara langsung. Hal ini akan diharapkan akan mengurangi kemungkinan sebuah perusahaan melakukan kecurangan dalam produksi.
  • Melakukan pengawasan terhadap produk – produk yang dijual di pasaranPelanggaran terhadap Undang-undang yang berkenaan dengan peelindungan konsumen juga dapat terjadi atau dilakukan oleh pihak penjualatau pengecer Dalam berbagai kasus, perlindungan konsumen dilanggar dengan cara menjual barang-barang kadaluwarsa yang sudah tidak layak dikonsumsi tanpa sepengetahuan konsumen. Oleh karena itu pemerintah beserta badan hokum yang bertugas dan lebih mengerti masalah ini seharusnya lebih bisa mengamankan dan melindungi konsumen.








DAFTAR PUSTAKA

  1. Setiadi J,Nugroho.2010.Perilaku Konsumen.jakarta:kecana prenada media group.
  2. Zulham.2013.Hukum Perlindungan Konsumen.jakarta:kencana prenada media group.
  3. Nasution,Az.2002.Hukum Perlindungan Konsumen Satu Pengantar.jakarta:diadit media.
  4. Sidabalok, Janus. “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”. Bandung: PT Citra Adytia Bakti. 2006
  5. Fuady, Munir. “Pengantar Hukum Bisnis”. Bandung: PT Citra Adytia Bakti. 2012
  6. Purwaningsih, Endang. “Hukum Bisnis”. Bogor: PT Ghalia Indonesia. 2010


Hak Kekayaan Intelektual ( HAKI )








BAB I
PENDAHULUAN



1.1     Latar Belakang

     Setiap ide-ide yang cemerlang dan kreatif yang tercipta dari seseorang atau sekelompok orang sebagai bentuk dari kemampuan intelektual manusia yang berguna dan memberi dampak baik dari berbagai aspek perlu di akui dan perlu dilindungi, agar ide-ide cemerlang dan kreatif yang telah diciptakan tidak diklaim atau di bajak oleh pihak lain. Untuk itu diperlukan wadah yang dapat membantu dan menaungi ide-ide cemerlang dan kreatif tersebut. Untuk tingkat internasional organisasi yang mewadahi bidang HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) adalah WIPO (World Intellectual Property Organization).
Di Indonesia sendiri untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa, maka dirasakan perlunya perlindungan hukum terhadap hak cipta. Perlindungan hukum tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Di Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan telah melalui beberapa perubahan dan telah diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan. Tidak hanya karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi tentang penggabungan antara unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri) serta tanda yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa (merek) juga perlu diakui dan dilindungi dibawah perlindungan hukum. Dengan kata lain Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) perlu didokumentasikan agar kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah.


1.2     Rumusan Masalah

     Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa yang dimaksud dengan HAKI?
  2. Apa Sajakah Prinsip - Prinsip dari HAKI?
  3. Apa Sajakah Klasifikasi HAKI ?
  4. Apa Sajakah Dasar Hukum dari HaKI?
  5. Apa yang dimaksud dengan Hak Cipta ?
  6. Apa yang dimaksud dengan Hak Paten ?
  7. Apa yang dimaksud dengan Hak Merk ?
  8. Apa yang dimaksud dengan Desain Industri ?
  9. Apa yang dimaksud dengan Rahasia Dagang ?
1.3     Tujuan Penulisan

     Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain:
  1. Untuk Mengetahui dan Memahami Pengertian Dar HAKI , Prinsip pada HAKI , Klasifikasi pada HAKI , Dasar Hukum pada HAKI , Pengetian Hak Cipta , Paten , Merk , Desain Industri dan Rahasia Dagang






BAB II
PEMBAHASAN



2.1     Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ( HAKI )

     Hak kekayaan intelektual adalah sebuah wilayah hukum yang menangani hak-hak yang berhubungan dengan hasil usaha kreatif manusia atau reputasi komersial dan goodwill.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan Dan sebaginya Yang tidak mempunyai bentuk tertentu.




2.2     Prinsip – Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

  • Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)

Dalam prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya bedasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya.
  • Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)

Dalam prinsip ini HAKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HAKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptanya.
  • Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)

Dalam prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HAKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara.
  • Prinsip Sosial (The Social Argument)

Dalam prinsip ini, sistem HAKI memberikan perlindungan kepada pensipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang.


2.3     Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Berdasarkan WIPO, HAKI dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
  1. Hak Cipta ( copyrights )
  2. Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )

Hak Cipta ( copyrights )
     Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.
Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.
  • Bentuk dan Lama Perlindungan

Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
  • Program komputer;
  • Sinematografi;
  • Fotografi;
  • Database; dan
  • Karya hasil pengalihwujudan

Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
  • Pelanggaran dan Saksi

Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:
  • penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
  • pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;

Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
  • Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
  • Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
  • Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
  • Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
  • Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
  • Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

     Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
  1. Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
  2. Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )

     Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
  • Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten:
     Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 ayat 1) . Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek :
Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunanwarna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1).
     
  • Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. (Pasal 3)Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :

  • Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesiakepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)
Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.(Pasal 1 Ayat 1).
Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu. (Pasal 1 Ayat 2)
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh NegeraRepublik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.(Pasal 1 Ayat 6)

  • Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. (Pasal 1 Ayat 1)
Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang-Undang ini. (Pasal 1 Ayat 2)

  • Varietas tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman :

Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. (Pasal 1 Ayat 1)
Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. (Pasal 1 Ayat 2)
Varietas Tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)




2.4     Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual

     Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty




2.5     Pengertian Hak Cipta

     Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI.
Permasalahan mengenai Hak Kekayaan Intelektual akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan berbagai aspek lainnya. Namun aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.

Hak Cipta

     Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum yang mengatur tentang Hak Cipta adalah  UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Hak cipta terdiri dari beberapa Hak yaitu:
  • Hak moral

contohnya: lagu Berkibarlah Benderaku ciptaan Ibu Sud diakui menjadi ciptaan seseorang. Padahal sudah jelas itu pelanggaran karena siapapun sudah mengetahui bahwa lagu Berkibarlah Benderaku itu adalah ciptaan Ibu Sud. Secara moral, orang yang mengaku tersebut telah melanggarnya.
  • Hak ekonomi

Hak ekonomi berhubungan dengan bisnis atau nilai ekonomis.
contohnya: mp3, vcd, dvd bajakan. Selain merugikan secara moral, pembajakan dvd ini juga merugikan secara materiil si artis dan produser sendiri. Dimana mereka dalam memproses produksi albumnya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Sifat Hak Cipta :
  • Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak dan tidak berwujud
  • Hak cipta dapat dialihkan seluruhnya atau sebagian, bila dialihkan harus tertulis (bisa di notaris atau di bawah tangan)
  • Hak cipta tidak dapat disita, kecuali jika diperoleh secara melawan hukum

     Ciptaan tidak wajib didaftarkan karena pendaftaran hanya alat bukti bila ada pihak lain ingin mengakui hasil ciptaannya di kemudian hari. Jangka waktu perlindungan hak cipta:
Selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
50 tahun sejak diumumkan/diterbitkan untuk program komputer, sinematografi, fotografi, data base dan karya hasil pengalihwujudan, perwajahan karya tulis, buku pamflet, dan hasil karya tulis yang dipegang oleh badan hukum.
Tanpa batas waktu: untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta.




2.6     Pengertian Hak paten ( Patent )

     Hak Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dasar hukum: UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Jangka waktu paten adalah 20 tahun, sedangkan paten sederhana selama 10 tahun. Contoh dari Hak Paten ini adalah misalnya raket pembasmi serangga, seseorang menciptakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk membasmi nyamuk.
Paten tidak diberikan untuk invensi:
bertentangan dengan UU, moralitas agama, ketertiban umum, kesusilaan.
metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan.
teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
makhluk hidup dan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan.




2.7     Pengertian Hak Merk ( Trademark )

     Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Contohnya Macdonal, merupakan nama dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha makanan yang sudah berkembang di seluruh Indonesia.




2.8     Pengertian Desain Industri ( Industrial Design )
     Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1). Contohnya: busur emas, merupakan lambang dari Mcdonald.




2.9     Pengertian Rahasia Dagang ( Trade Secret )

     Rahasia Dagang adalah Informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. Contohnya, resep suatu makanan dan minuman yang dimiliki suatu restaurant.





BAB III
PENUTUP



3.1     Kesimpulan

     Hak atas kekayaan Intelektual (HAKI) ini merupakan hak ekslusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup hak cipta, Hak Paten, dan hak Merk. Namun jika didlihat tidak berwujud (benda imateriil).
Menurut undang- undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi sang pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memprbanyak cipta-annya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Invetor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melakukan invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Menurut undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Hak Merek, Hak Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Pemilik Merek yang terdaftar dalam daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya








DAFTAR PUSTAKA


  1. Saidin, 1997. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta:  Raja Grafindo.
  2. Supramono, Gatot, 1989. Tindak Pidana Hak Cipta: Masalah Penangkapan dalam Tingkat Penyidikan. Jakarta: Pustaka Kartini.
  3. Junaedi Abdullah, 2010, Aspek Hukum dalam Bisnis, Kudus: NORA MEDIA ENTERPRISE
  4. Zaeni Asyhadi, 2005, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Bandung: Raja Grafindo Persada,